Dalam kajian keislaman kontemporer kita mengenal istilah mu’ahadah wathaniyah. Mu’ahadah bermakna sebagai ikatan perjanjian luhur (kesatuan). Wathaniyah bermakna sebagai kebangsaan/nasionalisme. Jadi, istilah mu’ahadah wathaniyah, merupakan sebuah konsep yang menggambarkan adanya kesepakatan untuk hidup bersama dalam satu wadah berupa negara yang diilhami oleh semangat cinta tanah air. Dalam konsep negara semacam ini, penduduknya memiliki semangat sebagaimana istilah yang terkenal, yaitu “duduk sama rendah berdiri sama tinggi.” Artinya, semua warga negara dipandang sama di mata hukum serta memiliki hak dan kewajiban yang sama kepada negara selaku warga negara yang baik, yakni menjaga wadah dan tali persatuan dan kesatuan. Penghilangan salah satu hak yang melekat atas warga negara, merupakan bagian dari pencederaan terhadap semangat perjanjian luhur itu (mu’ahadah) dalam bingkai wathaniyah (kebangsaan). Maka dari itulah, penting untuk disadari oleh setiap warga negara untuk menjaga kondisi damai itu, sehingga eksistensi daulah mu’ahadah wathaniyah (negara kesatuan yang berkebangsaan) ini tetap lestari. Ada banyak landasan dalil yang dijadikan patokan bagi eksistensi daulah mu’ahadah wathaniyah ini. Allah SWT berfirman di dalam QS al-Hujurat [49] ayat13:
Artinya, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti” (QS Al-Hujurat [49]: 13). Di dalam sebuah hadits dengan sanad dari Abi Nadlrah radliyallahu ‘anhu,
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
Artinya: “Telah bercerita kepadaku seorang sahabat yang mendengar khutbahnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم di tengah-tengah hari Tasyriq. Beliau bersabda:
‘Wahai manusia, ingatlah! Sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan bapak kalian adalah satu. Ingat-ingatlah! Tiada bagi orang Arab lebih utama dari selain Arab. Tiada pula orang berkulit merah lebih utama dari berkulit hitam. Sebaliknya, tiada orang hitam lebih utama dari orang berkulit merah, melainkan ketaqwaannya. Apakah kalian telah menerima pesan ini?’ Para sahabat menjawab: ‘[Kami bersaksi, bahwa] Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah menyampaikan pesan ini.”
Walhasil, seluruh ragam dalil di atas merupakan dalil yang agung bahwasanya asal diciptakannya manusia adalah mewujudkan kehidupan yang damai tanpa adanya permusuhan dan berpecah belah dengan sekat suku, bangsa maupun agama.